A. Haki (Hak Kekayaan Intelektual)
HAKI adalah singkatan dari Hak Atas Kekayaan
Intelektual. Selama ini, Anda mungkin sering mendengar tentang HAM atau Hak
Asasi Manusia. Hal yang kemudian diperhitungkan haknya ternyata bukan hanya
tentang persoalan asasi manusia, melainkan kekayaan intelektual juga demikian. Pelanggaran
terhadap kekayaan intelektual yang dimiliki perorangan atau kelompok sama saja
melanggar hak dari pemilik intelektual tersebut. Jika ingin lebih
didramatisasi, pelanggaran terhadap kemampuan intelektual seseorang atau
kelompok sama dengan tidak menghargai keoriginalitasan suatu karya. Hal itu
adalah kata lain dari “kepintaran” yang disepelekan. Hal-hal bersifat prinsipil
itulah yang kemudian menjadi landasan hadirnya istilah “HAKI” di Indonesia.
Kemampuan intelektual yang dimaksud dalam HAKI adalah kecerdasan, kemampuan berpikir, berimajinasi, atau hasil dari proses berpikir manusia atau the creation of human mind. HAKI melindungi para pemilik intektual dalam hak yang cukup eksklusif. Hak eksklusif tersebut berupa peraturan terhadap pelanggaran intelektual. Secara garis besar, HAKI mencakup hak cipta, hak paten, hak merek, dan hak-hak kekayaan intelektual lain.
Kekayaan intelektual yang dilindungi oleh HAKI meliputi dua hal, yaitu perlindungan hak terhadap benda tidak berwujud seperti hak cipta suatu karya, hak paten, dan hak merk dagang tertentu serta perlindungan hak terhadap benda berwujud seperti informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan karya seni atau karya sastra.
Kemampuan intelektual yang dimaksud dalam HAKI adalah kecerdasan, kemampuan berpikir, berimajinasi, atau hasil dari proses berpikir manusia atau the creation of human mind. HAKI melindungi para pemilik intektual dalam hak yang cukup eksklusif. Hak eksklusif tersebut berupa peraturan terhadap pelanggaran intelektual. Secara garis besar, HAKI mencakup hak cipta, hak paten, hak merek, dan hak-hak kekayaan intelektual lain.
Kekayaan intelektual yang dilindungi oleh HAKI meliputi dua hal, yaitu perlindungan hak terhadap benda tidak berwujud seperti hak cipta suatu karya, hak paten, dan hak merk dagang tertentu serta perlindungan hak terhadap benda berwujud seperti informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan karya seni atau karya sastra.
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
- Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan
teknis di bidang HaKI;
- Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan,
pelayanan, dan penyiapan standar di bidang HaKI;
- Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua
unsur di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.
Penggunaan
Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan hukum terhadap hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :
1.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
2.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten;
3.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;
4.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman;
5.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
6.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
7.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Pengaturan hukum terhadap hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :
1.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
2.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten;
3.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;
4.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman;
5.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
6.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
7.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
B.
Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri (industrial property right)
adalah hak atas kepemilikan aset industri. Hak kekayaan industri berdasarkan
pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan hak kekayaan industri tahun 1883
yang telah direvisi dan diamandemen pada tanggal 2 Oktober 1979 adalah: paten,
merek, varietas tanaman, rahasia dagang, desain industry, dan desain tata letak
sirkuit terpadu.
Hak kekayaan industri ( industrial property right )
berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri
Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a. Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
b. Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang
c. Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
d. Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
e. Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia
f. Varietas tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman :
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. (Pasal 1 Ayat 1)
Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. (Pasal 1 Ayat 2)
Varietas Tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)
a. Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
b. Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang
c. Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
d. Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit
e. Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia
f. Varietas tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman :
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. (Pasal 1 Ayat 1)
Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. (Pasal 1 Ayat 2)
Varietas Tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)
Contoh
hak kekayaan intelektual:
KASUS 1 : “ BEGAWAN SOLO Dijiplak Negara
Tetangga ( Malaysia ) ”
Sejak presiden Soekarno hingga presiden SBY kasus pelenggarakan hak cipta atas lagu-lagu karya musisi Indonesia tidak henti-hentinnya mendera Negara Indonesia, siapa lagi kalau bukan negara Malaysia yang menjiplak lagu-lagu milik kita. Tahun 1960 lalu, salah satu lagu ciptaan Gesang yang sangat terkenal, yakni ‘Bengawan Solo’ pernah dijiplak oleh Malaysia dengan judul lagu ‘Main Cello’. Irama, nada dan tempo lagu tersebut sama dengan lagu ‘Bengawan Solo’, hanya saja syair dan judulnya yang diubah. Tidak hanya lagu-lagu karya musisi Indonesia saja yang dijiplak, ada beberapa asset budaya Indonesia lain yang dklaim Malaysia, seperti Reog Ponorogo, Batik Solo, Angklung Sunda, serta Wayang Kulit dari Jawa Tengah.
Polemik penjiplakan lagu karya Gesang oleh Malaysia baru selesai ketika Presiden Soekarno, kala itu turun tangan langsung. Bung Karno sengaja mengundang pihak Malaysia di sebuah acara perlombaan olahraga di Senayan. Di situ lagu Bengawan Solo dimainkan dan Gesang juga menyaksikannya langsung. Dengan melihat itu, Malaysia baru mengakui, kalau lagu itu adalah karya Gesang, musisi Indonesia.
Melihat dari sudut pandang saya, dari kasus diatas terlihat jelas bahwa sering kali Malaysia melakukan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Dengan mengklaim atau menjiplak apa yang dimiliki bangsa Indonesia. Kesalahan tersebut bukan hanya terletak pada Malaysia saja, tetapi juga terletak pada pemerintah Indonesia yang bertanggung jawab atas karya-karya musisi Indonesia yang seharusnya dilindungi. Pemerintah selalu bertindak setelah adanya penjiplakan atau pengklaiman atas karya-karya atau asset-asset bangsa Indonesia. Dan juga pemerintah terkesan tidak terlalu memperhatikan hal tersebut. Seharusnya pemerintah bertindak cepat dan tegas agar tidak terjadi kasus penjiplkan atau pengklaiman lagi dengan memberikan hak paten terhadap karya-karya tersebut. Selain itu, pemerintah juga harus menghidupkan kembali gerakan cinta budaya dengan program-program yang lebih nyata, terstruktur, terjadwal, serta konsisten sehingga budaya negeri ini lebih dicintai baik oleh rakyat maupun aparat pemerintah itu sendiri.
KASUS 2 : “ Pembajakan Software Dimana-mana ”
Dewasa ini kasus pembajakan software di indonesia terus meningkat seiring dengan meningkat SDM para pengguna softwarenya. Dalam hal ini SDM pengguna software memang meningkat, tapi bukan berati kesadaran untuk menghargai hak cipta kekayaan intelektual juga meningkat, SDM yang meningkat adalah SDM yang digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. Terkadang Seorang lulusan sarjana komputer atau informatika pun juga hoby bajak membajak.
Berdasarkan laporan Business Software Alliance (BSA) dan International Data Corporation(IDC) dalam Annual Global Software Piracy Study 2007, Indonesia adalah negara terbesar ke-12 di dunia dengan tingkat pembajakan software. Persentasenya cukup mengkhawatirkan yakni mencapai 84 persen. Misalnya dari 100 komputer yang diteliti, sebanyak 84 buah diantaranya menggunakan softwer ilegal. Fenomena ini sangat menyedihkan karena pembajakan ini mematikan kreasi dan industri software itu sendiri. Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 300 perusahaan yang bergerak di sektor Teknologi Informasi (TI). Dari jumlah itu, hanya 10 perusahaan lokal yang bergerak di industri software, sisanya lebih banyak berkecimpung diluar software, misalnya perusahaan sistem integrasi dan service dan perusahaan distributor produk hardware. Software mereka di bajak dan dijual dengan harga sekitar 4-5 dolar dipasaran, bahkan perangkat lunak yang sudah dijual dengan harga 5 dolar pun masih dibajak dan dijual dengan harga dua 2 dolar saja. Banyaknya pembajakan ini juga telah menghapus kesempatan untuk meningkatkan pendapatan industri lokal senilai 1,8 miliar dolar serta menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software ini.
Dari sudut pandang saya, pembajakan software merupakan tindakan yang sangat merugikan bagi pembuat software itu sendiri. Bagaimana tidak, mereka membuat software tersebut dengan susah payah dengan pemikiran yang matang dan waktu yang lama yang seharusnya software mereka dihargai dengan nilai yang tinggi, tetapi dengan adanya pembajakan tersebut software mereka jadi tidak bernilai. Dan para pembuat software tersebut tidak mendapatkan imbalan yang seharusnya didapat dari software yang mereka buat. Jadi sebagai pengguna teknologi informasi, kita harus menghargai hasil karya anak bangsa sesuai apa yang mereka kerjakan ( menciptakan software ) dengan tidak menggunakan software bajakan atau membajak software karya orang lain.
Sejak presiden Soekarno hingga presiden SBY kasus pelenggarakan hak cipta atas lagu-lagu karya musisi Indonesia tidak henti-hentinnya mendera Negara Indonesia, siapa lagi kalau bukan negara Malaysia yang menjiplak lagu-lagu milik kita. Tahun 1960 lalu, salah satu lagu ciptaan Gesang yang sangat terkenal, yakni ‘Bengawan Solo’ pernah dijiplak oleh Malaysia dengan judul lagu ‘Main Cello’. Irama, nada dan tempo lagu tersebut sama dengan lagu ‘Bengawan Solo’, hanya saja syair dan judulnya yang diubah. Tidak hanya lagu-lagu karya musisi Indonesia saja yang dijiplak, ada beberapa asset budaya Indonesia lain yang dklaim Malaysia, seperti Reog Ponorogo, Batik Solo, Angklung Sunda, serta Wayang Kulit dari Jawa Tengah.
Polemik penjiplakan lagu karya Gesang oleh Malaysia baru selesai ketika Presiden Soekarno, kala itu turun tangan langsung. Bung Karno sengaja mengundang pihak Malaysia di sebuah acara perlombaan olahraga di Senayan. Di situ lagu Bengawan Solo dimainkan dan Gesang juga menyaksikannya langsung. Dengan melihat itu, Malaysia baru mengakui, kalau lagu itu adalah karya Gesang, musisi Indonesia.
Melihat dari sudut pandang saya, dari kasus diatas terlihat jelas bahwa sering kali Malaysia melakukan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Dengan mengklaim atau menjiplak apa yang dimiliki bangsa Indonesia. Kesalahan tersebut bukan hanya terletak pada Malaysia saja, tetapi juga terletak pada pemerintah Indonesia yang bertanggung jawab atas karya-karya musisi Indonesia yang seharusnya dilindungi. Pemerintah selalu bertindak setelah adanya penjiplakan atau pengklaiman atas karya-karya atau asset-asset bangsa Indonesia. Dan juga pemerintah terkesan tidak terlalu memperhatikan hal tersebut. Seharusnya pemerintah bertindak cepat dan tegas agar tidak terjadi kasus penjiplkan atau pengklaiman lagi dengan memberikan hak paten terhadap karya-karya tersebut. Selain itu, pemerintah juga harus menghidupkan kembali gerakan cinta budaya dengan program-program yang lebih nyata, terstruktur, terjadwal, serta konsisten sehingga budaya negeri ini lebih dicintai baik oleh rakyat maupun aparat pemerintah itu sendiri.
KASUS 2 : “ Pembajakan Software Dimana-mana ”
Dewasa ini kasus pembajakan software di indonesia terus meningkat seiring dengan meningkat SDM para pengguna softwarenya. Dalam hal ini SDM pengguna software memang meningkat, tapi bukan berati kesadaran untuk menghargai hak cipta kekayaan intelektual juga meningkat, SDM yang meningkat adalah SDM yang digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. Terkadang Seorang lulusan sarjana komputer atau informatika pun juga hoby bajak membajak.
Berdasarkan laporan Business Software Alliance (BSA) dan International Data Corporation(IDC) dalam Annual Global Software Piracy Study 2007, Indonesia adalah negara terbesar ke-12 di dunia dengan tingkat pembajakan software. Persentasenya cukup mengkhawatirkan yakni mencapai 84 persen. Misalnya dari 100 komputer yang diteliti, sebanyak 84 buah diantaranya menggunakan softwer ilegal. Fenomena ini sangat menyedihkan karena pembajakan ini mematikan kreasi dan industri software itu sendiri. Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 300 perusahaan yang bergerak di sektor Teknologi Informasi (TI). Dari jumlah itu, hanya 10 perusahaan lokal yang bergerak di industri software, sisanya lebih banyak berkecimpung diluar software, misalnya perusahaan sistem integrasi dan service dan perusahaan distributor produk hardware. Software mereka di bajak dan dijual dengan harga sekitar 4-5 dolar dipasaran, bahkan perangkat lunak yang sudah dijual dengan harga 5 dolar pun masih dibajak dan dijual dengan harga dua 2 dolar saja. Banyaknya pembajakan ini juga telah menghapus kesempatan untuk meningkatkan pendapatan industri lokal senilai 1,8 miliar dolar serta menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software ini.
Dari sudut pandang saya, pembajakan software merupakan tindakan yang sangat merugikan bagi pembuat software itu sendiri. Bagaimana tidak, mereka membuat software tersebut dengan susah payah dengan pemikiran yang matang dan waktu yang lama yang seharusnya software mereka dihargai dengan nilai yang tinggi, tetapi dengan adanya pembajakan tersebut software mereka jadi tidak bernilai. Dan para pembuat software tersebut tidak mendapatkan imbalan yang seharusnya didapat dari software yang mereka buat. Jadi sebagai pengguna teknologi informasi, kita harus menghargai hasil karya anak bangsa sesuai apa yang mereka kerjakan ( menciptakan software ) dengan tidak menggunakan software bajakan atau membajak software karya orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar